Komitmen kami untuk ikut membangun wilayah timur Indonesia dan dukungan terhadap amanat Undang-undang terkait hilirisasi mineral, diwujudkan dengan program keberlanjutan proyek pengolahan dan pemurnian (refinery) nikel kadar rendah atau limonit melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, yaitu teknologi hidrometalurgi High Pressure Acid Leaching. Pabrik pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah Halmahera Persada Lygend merupakan industri pionir atau pertama di Indonesia dengan memanfaatkan bahan baku nikel kadar rendah (limonit) yang selama ini tidak dimanfaatkan dan tidak memiliki nilai ekonomis karena hanya dimanfaatkan untuk menutup area bekas tambang. Dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan, kini material nikel kadar rendah memiliki nilai tambah dan menjadi bisnis yang strategis.
Selengkapnya »Nikel kadar rendah merupakan bahan baku baterai yang salah satunya dimanfaatkan untuk kendaraan listrik. Alat transportasi ramah lingkungan ini sedang giat dikembangkan secara global, termasuk oleh pemerintah Indonesia, untuk menjawab kekhawatiran dunia akan terus meningkatnya polusi udara yang salah satunya disebabkan oleh asap kendaraan bermotor. Bagi kami, ini merupakan upaya konservasi mineral sekaligus kontribusi untuk penciptaan lingkungan yang lebih berkualitas dan sehat di masa mendatang.
Komitmen kami dalam beroperasi senantiasa dilakukan sesuai standar dan komitmen tertinggi dengan mengutamakan aspek pengelolaan dan perlindungan lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta kontribusi maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan, terlebih bagi masyarakat di wilayah kami beroperasi.
Selengkapnya »Humility
Achievement oriented
Respect for every individual
Integrity
Teamwork
Accountability
SelengkapnyaHidrometalurgi adalah teknologi pengolahan dan pemurnian dengan melarutkan mineral berharga dan selanjutnya dilakukan ekstraksi dari larutan konsentrat untuk mendapat mineral berharga yang lebih murni, yaitu nikel dan kobalt.
Teknologi hidrometalurgi High Pressure Acid Leaching yang memanfaatkan bijih laterit tipe limonit dengan kadar Nikel relatif rendah (Ni < 1.6%) dipilih karena mempunyai keunggulan dari sisi perolehan (recovery) logam Ni dan Co yang lebih tinggi dan biaya efisien, serta ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumber energi.
Proses pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah dengan teknologi High Pressure Acid Leaching(HPAL) secara garis besar terdiri dari proses peningkatan nilai bijih nikel melalui proses benefisiasi dan proses HPAL. Proses benefisiasi bijih diperlukan untuk menghasilkan slurry bijih nikel limonit sebelum memasuki proses HPAL. Sedangkan proses HPAL dirancang untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Hilirisasi nikel dalam proyek hidrometalurgi High Pressure Acid Leaching menghasilkan beberapa produk. Salah satunya adalah produk awal berupa Campuran Padatan Hidroksida dari nikel dan kobalt (Mixed Hydroxide Precipitat -MHP). Produk ini telah memiliki pasar sendiri dengan kapasitas produksi 96.000 ton/tahun (Ni 37.260 ton/tahun dan Co 4.577 ton/tahun). Proses pengolahan dan pemurnian MHP selanjutnya akan menghasilkan produk yang lebih murni, yaitu nikel sulfat dan kobalt sulfat (kadar Ni 15.4% dan Co 1.89%) sebanyak 180.000 ton/tahun sebagai produk akhir. Nikel sulfat dan kobalt sulfat merupakan bahan baku untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Seluruh hasil produk tersebut berasal dari bijih nikel tambang milik Harita Nickel, yaitu PT Trimegah Bangun Persada dan PT Gane Permai Sentosa, dengan rencana input sebesar 5.055.000 WMT bijih nikel limonit/tahun dan 158.000 WMT bijih saprolit/tahun.
Pemurnian nikel kadar rendah dengan teknologi hidrometalurgi High Pressure Acid Leach (HPAL) oleh Harita Nickel merupakan proyek pionir di Indonesia yang menghasilkan bahan baku baterai kendaraan listrik. Beroperasinya proyek ini kembali menjadi komitmen Harita Group dalam mendukung amanat hilirisasi dan khususnya program pemerintah dalam “Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan”.
Labuha, 23 Juni 2021 – Pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia yang memproduksi campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt (Mixed Hydroxide Precipitate - MHP) resmi berproduksi di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pemurnian nikel dengan proses hidrometalurgi HPAL ini memiliki kapasitas produksi MHP sebesar 365 ribu ton per tahun dan merupakan bahan baku dasar baterai kendaraan listrik yang ramah lingkungan.
Harita Group yang mengelola Kawasan Industri Pulau Obi merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), dan melalui Halmahera Persada Lygend telah memasuki fase produksi MHP. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
“Halmahera Persada Lygend merupakan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah (Limonite) dengan teknologi hydrometallurgy yang dikenal dengan High Pressure Acid Leach (HPAL). Konstruksi HPAL dimulai pada Agustus 2018 dan siap berproduksi secara komersial. Ini menjadi pabrik HPAL pertama di Indonesia,” jelas Stevi Thomas selaku Komisaris Utama Halmahera Persada Lygend dalam sambutannya.
Peresmian operasional pabrik dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Investasi/Kepala Badan Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba, Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik, serta sejumlah pejabat lainnya.
“Kita sangat bangga karena kita semua menjadi saksi sejarah berdirinya HPAL di Indonesia. Indonesia bisa membuktikan dirinya mampu. Ini akan menjadi pengembangan hilirisasi ke depan dan mendukung industri kendaraan listrik. Pemerintah akan mendukung pengembangan HPAL di Indonesia. Industri ini ikut berkontribusi untuk mewujudkan cita-cita dalam upaya penurunan kadar emisi dari penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil.
Pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi HPAL menghasilkan produk yang sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi emisi, serta sangat mendukung konservasi mineral, khususnya nikel. Teknologi HPAL mampu mengolah nikel kadar rendah yang selama ini tidak diolah. Kini material nikel kadar rendah di Indonesia telah memiliki nilai tambah dan menjadi produk yang sangat strategis.
“Industri ini harus kita dukung bersama. Halmahera Persada Lygend adalah pabrik pertama bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia dan nantinya akan muncul di wilayah lainnya. Tidak kalah penting, industri ini akan menyerap lebih dari 20 ribu tenaga kerja nantinya. Pembangunan daerah akan lebih cepat. Ini adalah aset bangsa. Kita harus lindungi. Namun lingkungan juga harus dijaga,” jelas Luhut yang didampingi Gubernur Malut.
Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik mengungkapkan dengan sumber daya yang dimiliki, dan berkembangnya industri nikel di Halsel, akan membantu pembangunan daerah. Usman berharap, perkembangan industri ini di dorong dengan percepatan pembangunan dan pengembangan industri lainnya, tidak hanya nikel.
Stevi Thomas mengungkapkan, kehadiran pabrik pemurnian nikel kadar rendah pertama di Indonesia ini yang juga sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) akan sangat bermanfaat untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Peresmian ditandai dengan penekanan tombol sirine dan penandatangan prasasti oleh Menteri Luhut. Prosesi ini juga menandai ekspor perdana MHP dari Indonesia. Usai peresmian, para menteri berkeliling pabrik meninjau proses produksi HPAL, seperti ruang kontrol utama dan bagian produksi lainnya.
*****
Tentang Harita Group
Harita Group beroperasi di Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara melalui beberapa perusahaan afiliasinya, yaitu Trimegah Bangun Persada, Gane Permai Sentosa, Megah Surya Pertiwi, dan Halmahera Persada Lygend, dan seluruhnya merupakan Obyek Vital Nasional yang beroperasi di wilayah yang sama di Pulau Obi. Keseluruhan operasi diintegrasikan dalam bentuk Kawasan Industri dan merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional sesuai dengan Perpres Nomor 109 Tahun 2020, di mana Trimegah Bangun Persada bertindak selaku pengusul dan pelaksana.
Harita Group memiliki 2 Izin Usaha Pertambangan (IUP), pabrik peleburan (smelter), dan pabrik pemurnian di Pulau Obi. Komitmen Harita Group dalam hilirisasi sumber daya alam dilakukan melalui beroperasinya smelter Megah Surya Pertiwi (MSP) sejak 2016 yang memanfaatkan proses pirometalurgi RKEF untuk mengolah bijih nikel kadar tinggi dengan produk berupa Feronikel. Melalui Halmahera Persada Lygend, Harita Group juga telah memasuki tahap produksi pengolahan dan pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi HPAL. Teknologi HPAL mampu mengolah nikel kadar rendah yang selama ini tidak diolah menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan turunan berupa Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik. Material bijih nikel tersebut memanfaatkan hasil tambang yang dioperasikan oleh Trimegah Bangun Persada dan Gane Permai Sentosa.
Halmahera Persada Lygend memberikan berbagai dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk kesempatan kerja bagi 1.900 karyawan langsung dan sekitar 400 karyawan mitra bisnis saat beroperasi nanti. Perusahaan meyakini bahwa seluruh karyawan yang terlibat dalam proyek merupakan aset utama untuk mewujudkan komitmen perusahaan dalam membangun wilayah Timur Indonesia dan terciptanya langit biru di Indonesia.