JAKARTA, Investor.id – PT Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk (NCKL) atau Harita Nickel melalui perusahaan asosiasi, PT Obi Nickel Cobalt (ONC), menginvestasikan dana sekitar US$ 1,1 miliar atau setara Rp 16,4 triliun untuk membangun pabrik high pressure acid leach (HPAL) tahap III. ONC adalah perusahaan patungan antara Harita Nickel dan perusahaan nikel asal Tiongkok, Lygend Resources & Technology.
Sebelumnya, Harita Nickel melalui PT Halmahera Persada Lygend (HPL) juga telah menuntaskan pembangunan pabrik nikel sulfat, di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pabrik ini menjadi yang pertama di Indonesia dan terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi.
Direktur HPL Tonny H Gultom menjelaskan, konstruksi pabrik HPAL tahap III melalui ONC sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2022. Sampai saat ini, kata dia, progresnya masih dalam tahap konstruksi pembangunan HPAL.
Adapun mesin utama pabrik HPAL berupa autoclave sebanyak tiga unit yang telah mendarat di lokasi, Pulau Obi, Maluku Utara.
"Jadi, untuk HPAL tahap III, kami terus berjalan. Satu autoclave sudah terpasang dan tinggal install aksesoris. Sementara satu autoclave lagi tiba bulan ini," jelas Tonny kepada Investor Daily, baru-baru ini.
Sementara untuk nilai investasi pembangunan HPAL fase III, Tony menyebut sekitar US$1,1 miliar, hampir sama seperti proyek HPAL yang sudah dibangun. Bahkan, lanjutnya, boleh jadi nilai investasinya sedikit lebih besar seiring dengan terjadinya kenaikan harga.
Saat disinggung perihal sumber dananya, Tonny mengaku, belum bisa menjelaskan secara detail. Tapi yang jelas, pemakaian dana hasil Initial Public Offering (IPO) Harita Nickel masih sesuai komitmen perseroan untuk membangun Indonesia dari Pulau Obi.
"Pembangunan HPAL ini tetap mengacu pada penambangan bijih nikel yang efisien. Artinya penambangan saprolit untuk RKEF dan limonit untuk HPAL dilakuan secara bersamaan dengan limonit di tambang. Lalu, lanjut nambang saprolit di bagian bawah," papar Tonny.
Sesuai rencana, HPAL fase III dengan kapasitas 65.000 ton nikel sulfat dan 75.000 ton cobalt ini ditargetkan dapat berproduksi penuh pada kuartal I-2024. Secara bertahap, kapasitasnya juga diharapkan terus meningkat menjadi 120.000 ton pada 2024 setelah semua proyek selesai dikerjakan.
HPL pertama kali berhasil memproduksi nikel sulfat kelas baterai pada 25 Maret 2023. Sejalan dengan itu, NCKL akan terus menyempurnakan dan meningkatkan produksinya hingga mencapai total kapasitas produksi 240 ribu metrik ton (MT) nikel sulfat per tahun yang diperkirakan tercapai pada pertengahan tahun ini.
Analis Samuel Sekuritas Juan Harahap tetap optimistis Harita Nickel akan membukukan pertumbuhan yang solid tahun ini, didukung oleh tambahan kapasitas produksi RKEF dan HPAL masing-masing sebesar 95 ribu ton dan 18 ribu ton. Selain itu, potensi margin yang lebih baik, karena perusahaan akan mengkonversi produk MHP menjadi nikel sulfat.
Adapun perkiraan produksi nikel sulfat sebanyak 37 ribu ton dan kobalt sulfat sebanyak 4.500 ton. Proyek tersebut direncanakan akan dimulai masing-masing pada April 2023 dan Juni 2023.
Juan menambahkan, pihaknya melakukan beberapa penyesuaian pada proyeksi NCKL. Pertama, dia menurunkan proyeksi ASP FeNisebesar 9.3%, sejalan dengan penurunan harga FOB NPI Indonesia, dan kedua menurunkan proyeksi harga MHP sebesar 16.7%.
“Kami tetap mempertahankan peringkat beli untuk saham NCKL, dengan target harga lebih rendah Rp 1,500 per saham dari sebelumnya Rp 2.000 per saham,” tandas Juan.
*Sumber: Investor Daily